top of page

Terapi Probiotik pada Akne Vulgaris


Sumber: Medicinus Edisi Agustus 2021 Volume 34, Issue 2

Reti Anggraeni, Arie Kusumawardani

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Dr. Moewardi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia


ABSTRAK


Akne vulgaris (AV) adalah penyakit inflamasi kronik kulit yang mengenai unit pilosebasea dan mengakibatkan kelainan noninflamasi berupa komedo terbuka (blackhead) dan komedo tertutup (whitehead) serta adanya tanda inflamasi seperti papul, pustul dan nodul. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis AV termasuk mikrobioma kulit seperti Propionibacterium acnes (P. acnes) dan Malassezia spp. yang dikaitkan dengan perkembangan AV melalui pengaruhnya terhadap sekresi sebum, pembentukan komedo dan respons inflamasi. Terapi antibiotik dengan target P. acnes telah lama menjadi terapi utama AV di mana terapi tersebut ternyata dapat mempengaruhi komposisi dari mikrobioma kulit. Seiring dengan meningkatnya resistansi antibiotik, pengetahuan tentang mikrobioma kulit yang terkait dengan AV menjadi sangat relevan dan penting untuk menjadi dasar alternatif pilihan terapi AV.

Kata Kunci: akne vulgaris, probiotik


ABSTRACT


Acne vulgaris (AV) is a chronic inflammatory of the skin that affects pilosebaceous unit and results in non-inflammatory abnormalities in the form of open comedones (blackhead) and closed comedones (whitehead) and also inflammatory lesions such as papules, pustules and nodules. Many factors contribute to the pathogenesis of AV including skin microbiomes like Propionibacterium acnes (P. acnes) and Malassezia spp. which is associated through its effect on sebum secretion, comedones formation and inflammatory response. Antibiotic therapy with the target of P. acnes has long been the mainstay of AV therapy where it can actually affect the composition of skin microbiomes. As antibiotic resistance increases, knowledge of skin microbiomes associated with AV becomes very relevant and important to be an alternative basis for AV therapy.

Keywords: acne vulgrais, probiotic


PENDAHULUAN


Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit inflamasi kronik kulit yang mengenai unit pilosebasea dan mengakibatkan kelainan berupa komedo, papul, pustul dan nodul.1 Akne vulgaris dapat terjadi di area mana saja di seluruh tubuh tetapi paling sering terjadi di area yang mengandung banyak kelenjar pilosebasea seperti pada wajah, dada dan punggung.2 Banyak faktor yang berkontribusi terhadap AV termasuk mikroba kulit. Mikrobioma kulit dalam folikel terdiri dari beragam kelompok mikroorganisme seperti Propionibacterium acnes (P. acnes) dan Malassezia spp. yang dikaitkan dengan perkembangan AV melalui pengaruhnya terhadap sekresi sebum, pembentukan komedo dan respons inflamasi.3


Terapi antibiotik seperti macrolides, clindamycin, dan tetracycline, dengan target P. acnes telah lama menjadi terapi utama AV selama empat dekade terakhir di mana terapi tersebut dapat mempengaruhi komposisi dari mikrobioma kulit. Seiring dengan meningkatnya resistansi antibiotik, pengetahuan tentang mikrobioma kulit yang terkait dengan AV menjadi sangat relevan dan penting untuk menjadi dasar alternatif pilihan terapi AV.3


Derajat keparahan lesi AV dipengaruhi oleh efek inflamasi sistemik, stres oksidatif, kadar glikemik, kadar lipid jaringan, bakteri patogen, kadar neuropeptida dan neurotransmiter yang meregulasi emosi. Keadaan ini dimediasi oleh mikroba usus, baik secara langsung maupun tidak langsung. Probiotik secara oral maupun topikal dapat mengubah permeabilitas usus sehingga dapat menurunkan bakteri patogen penyebab AV. Bakteri patogen meningkatkan permeabilitas usus sehingga meningkatkan mediator inflamasi yang berperan dalam terjadinya AV. Pemberian probiotik dapat menurunkan bakteri patogen, tanda-tanda inflamasi sistemik dan stres oksidatif sehingga dapat mengurangi terjadinya AV.4


Beberapa tahun terakhir, probiotik telah diketahui turut berperan dalam mempertahankan kesehatan usus karena mengandung bakteri hidup. Probiotik bekerja sebagai pelindung kulit, memiliki sifat antimikrobial dan mencegah terjadinya reaksi inflamasi.4 Resistansi terhadap antibiotik semakin meningkat sehingga para ahli mencari pilihan terapi lain dengan mengembangkan terapi probiotik. Terapi ini dapat digunakan sebagai pilihan terapi atau terapi tambahan pada AV. Makalah ini akan membahas tentang terapi probiotik baik oral maupun topikal sebagai salah satu alternatif terapi AV.


Pengertian Mikrobioma dan Mikrobiota


Mikrobioma adalah seluruh mikroba yang hidup di tubuh manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya. Tubuh manusia sebagian besar terdiri atas mikroba.5 Joshua Lederberg pertama kali menggunakan kata mikrobioma untuk menggambarkan komunitas ekologi mikroorganisme komensal, simbion atau patogen yang secara langsung menempati suatu ruang di tubuh.6 Istilah mikrobioma kemudian digunakan lebih luas terhadap kelompok mikroba yang spesifik terhadap hospes atau didapat dari lingkungan. Boon, dkk mendefinisikan mikrobioma sebagai sekumpulan gen hospes atau lingkungannya sehingga menunjukkan adanya hubungan taksonomi dengan fungsi anggota komunitas mikroba tersebut.7 Terdapat sekitar 10-100 triliun mikrobioma pada manusia di mana setiap 10 miliar sel tubuh manusia terdapat 10 sel mikroba hidup di dalamnya.8,9


Mikrobioma yang berasosiasi dengan manusia disebut mikrobiota. Namun penggunaan kata mikrobioma dan mikrobiota sering digunakan bersamaan. Jumlah mikrobioma pada manusia paling banyak terdapat di usus. Peran mikrobioma adalah membantu mencerna makanan, mengatur sistem imun dan perlindungan terhadap bakteri patogen. Setiap individu memiliki respons yang berbeda pada metabolisme mikrobioma.5 Disfungsi mikrobioma dapat menimbulkan penyakit seperti penyakit autoimun (diabetes, rheumatoid arthritis, distrofi otot, multiple sclerosis dan fibromialgia) serta penyakit infeksi. Akumulasi mikroba agen penyebab penyakit akan menyebabkan perubahan aktivitas gen dan metabolisme yang akan menyebabkan terjadinya abnormalitas sistem imun yang akan menyerang zat dan jaringan yang pada keadaan normal memang terdapat di dalam tubuh.10


Mikrobioma pada Kulit


Beberapa area tubuh memiliki beragam lingkungan mikro, paparan sinar ultraviolet, derajat keasaman (pH), suhu, kelembaban dan kandungan sebum yang berbeda. Berdasarkan karakteristik ini, area tubuh tersebut dikelompokkan menjadi area berminyak atau sebasea (wajah, dada dan punggung); area lembab atau moist (lipatan siku, lipatan lutut dan selangkangan) dan area kering atau dry (lengan volar dan telapak tangan). Area-area tersebut dipengaruhi oleh kelenjar keringat dan folikel rambut kelenjar sebasea.11


Daerah yang mengandung banyak kelenjar sebasea didominasi oleh Propionibacterium lipofilik sedangkan Staphylococcus dan Corynebacterium banyak terdapat di area tubuh yang lembab seperti lipat siku dan kaki. Berbeda dengan bakteri, komposisi jamur hampir serupa di seluruh tubuh. Jamur dari genus Malassezia paling banyak terdapat di area lengan sedangkan area kaki lebih bervariasi, terdiri dari campuran Malassezia spp., Aspergillus spp., Cryptococcus spp., Rhodotorula spp., Epicoccum spp. dan lainnya. Bakteri merupakan mikroba utama pada seluruh area tubuh sedangkan jamur adalah kedua terbanyak.12



Gambar 1. Fisiologi kulit dan flora normal13


Berbeda dengan bakteri dan jamur, kolonisasi virus deoxyribonucleic acid (DNA) lebih tergantung pada individu dibanding lokasi anatomi. Dikarenakan tidak adanya penanda gen yang dapat digunakan secara universal, keberagaman virus dapat dikenali dengan purified viral-like particle atau shotgun metagenomic sequencing. Sedangkan virus DNA dapat dikenali hanya dengan sequencing ribonucleic acid (RNA) yang tidak didapatkan dari kulit pasien sehat. Virus eukariotik juga berperan pada penyakit kulit, seperti pada penemuan sel poliomavirus Merkel, jenis onkovirus yang menyebabkan sel kanker yang agresif tetapi jarang terjadi.14,15


Melalui penelitian sampling longitudinal, mikrobioma kulit relatif stabil walaupun terjadi perubahan pada lingkungan sekitar. Kestabilan ini tergantung pada pertahanan mikroba itu sendiri. Mikroba pada usus dapat bertahan selama satu tahun atau lebih. Bakteri dan jamur pada area sebasea adalah yang paling stabil sedangkan area kaki adalah yang paling tidak stabil dan virus DNA eukariotik berubah setiap waktu.15


Jenis mikroorganisme yang didapat di setiap lapisan berbeda, tergantung pada metode pengambilan sampel yang digunakan (swab, biopsi, kerokan kulit menggunakan gelas objek atau selotip). Meskipun sebagian besar bakteri hampir sama pada permukaan kulit, beberapa mikroorganisme berbeda terdapat pada lapisan kulit yang lebih dalam, hal ini menekankan pentingnya mempertahankan teknik pengambilan sampel yang sama selama penelitian.16,17


PROBIOTIK, PREBIOTIK DAN SINBIOTIK


Berdasarkan diskusi panel Food and Agriculture Organization of the United Nations yang didukung oleh World Health Organization (1965), probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang memadai dapat memberikan manfaat kesehatan pada tubuh hospes.18 Probiotik dapat mempertahankan keseimbangan mikroorganisme menguntungkan dan mengeleminasi mikroorganisme patogen melalui competitive exclusion. Keseimbangan populasi bakteri dalam saluran pencernaan hanya dapat dicapai apabila komposisi antara “bakteri baik” yang menguntungkan (seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli) dan “bakteri jahat” yang merugikan (seperti Clostridia dan Esceherichia coli) setidaknya 85% berbanding 15%. Dengan komposisi tersebut fungsi barrier effect mikroflora yang menguntungkan bisa teroptimalkan dengan cara mencegah terbentuknya koloni bakteri patogen.19 Mikroorganisme yang paling sering digunakan adalah Lactobacillus, Bifidobacterium, Enterococcus, Pronionibacterium dan beberapa jenis yeast seperti Saccharomyces boulardii.20


Prebiotik merupakan substrat atau bahan makanan bagi bakteri probiotik yang akan membantu meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas satu atau lebih bakteri probiotik yang berada dalam usus sehingga diperoleh kondisi fisiologis dan metabolik yang dapat memberikan perlindungan pada kesehatan saluran pencernaan. Syarat suatu bahan dianggap sebagai prebiotik adalah harus tahan terhadap kerusakan oleh enzim mamalia dan penyerapan usus, harus dapat difermentasi oleh mikrobiota usus dan harus mampu merangsang pertumbuhan atau aktivitas bakteri usus yang berkaitan erat dengan kesehatan hospes. Prebiotik biasanya menargetkan pada aktivitas Lactobacillus dan Bifidobacterium. Sedangkan sinbiotik merupakan probiotik dan prebiotik yang dikombinasikan dalam produk makanan.21



Gambar 2. Mikrobioma pada kulit13


MIKROBIOMA PADA AKNE VULGARIS


Kulit berfungsi sebagai barrier dari perkembangan mikroorganisme dengan memproduksi protease, lisoenzim dan peptida antimikroba. Suhu, pH, kelembaban dan sekresi kelenjar sebasea juga terdiri dari beragam kolonisasi bakteri. Mikrobiota pada kulit didominasi oleh kelas Actinobacteria, Proteobacteria, Bacteroidetes dan Firmicutes sedangkan spesies yang paling banyak dari kelas tersebut adalah Staphylococcus (Firmicutes), Corynebacterium dan Propionibacterium (Actinobacteria).11


Selama masa remaja, hormon androgen, seperti testosterone, dehydroepiandrosterone sulfate, insulin growth factor type-1 (IGF-1), menyebabkan peningkatan produksi sebum dan kolonisasi P. acnes di dalam kelenjar sebasea. Perubahan kualitatif dan peningkatan jumlah P. acnes adalah faktor penting dalam patofisiologi AV.22 Sebuah penelitian membandingkan jumlah P. acnes dengan bakteri lain pada pasien AV dan individu sehat ternyata hasilnya adalah sama, yaitu sama-sama ditemukan P. acnes, Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis), Propionibacterium humerusii dan Propionibacterium granulosum. Jumlah P. acnes sebanding pada dua kelompok tersebut tetapi ditemukan adanya galur berbeda yang hanya ditemukan pada pasien AV yaitu galur Ribotype (RT)-4 dan RT-5 dan saat ini diduga berperan penting pada patogenesis AV.23


Mekanisme Probiotik pada Terapi Akne Vulgaris


Bidang dermatologi terus menyelidiki hubungan antara kulit dan sistem tubuh lainnya. Teori brain-gut-skin-axis menguraikan hubungan antara kulit, sistem pencernaan dan kesehatan mental. Mikrobioma usus bereaksi terhadap berbagai rangsangan yang menghasilkan respons sistemik. Dengan mengubah mikrobioma pada saluran cerna diharapkan dapat mengurangi inflamasi sistemik yang terjadi sehingga akan menurunkan tingkat keparahan dari penyakit peradangan kulit seperti pada AV.24 Berdasarkan hasil penelitian pada 13.000 orang dewasa, tampak bahwa pasien AV lebih sering terkena gangguan gastrointestinal seperti konstipasi, halitosis dan gastric reflux. Sebanyak 37% gejala perut kembung dihubungkan dengan AV.25


Hubungan antara Otak, Saluran Cerna dan Kulit (Brain-Gut-Skin Axis)


Stokes and Pillsbury menyatakan bahwa kulit dipengaruhi oleh keadaan emosi dan saraf melalui mekanisme saluran cerna. Terdapat hubungan antara keadaan emosi seperti depresi, cemas dan takut dengan perubahan fungsi saluran cerna (Gambar 3). Perubahan tersebut mengakibatkan perubahan mikroflora normal sehingga memicu terjadinya reaksi inflamasi baik lokal maupun sistemik. Kelainan kulit yang dapat terjadi antara lain AV, eritema, urtikaria dan dermatitis. Sebanyak kurang lebih 40% pasien AV mengalami hypochlorhydria yaitu keadaan turunnya keasaman lambung sehingga memudahkan migrasi bakteri dari kolon menuju bagian distal usus halus, seiring dengan pergantian mikroflora normal usus. Migrasi ini menginduksi terjadinya stres dan peningkatan permeabilitas usus kemudian terjadi inflamasi lokal dan sistemik. Prinsip penanganannya adalah mengakhiri siklus yang dipicu oleh stres dan memberikan terapi mikroba yang telah dikultur yaitu Bacillus acidophilus. Hasilnya adalah perbaikan pada gangguan mental, gangguan saluran cerna dan erupsi kulit yang terjadi.26



Gambar 3. Jalur potensial otak-saluran cerna-kulit pada akne vulgaris. (1) Gangguan psikologis atau kombinasi dengan (2) diet tinggi lemak, makanan olahan tanpa serat, menyebabkan perubahan pada (3) motilitas usus dan mikrobiota (4) Kehilangan biofilm mikroba normal (khususnya Bifidobacterium) menyebabkan permeabilitas usus dan pengeluaran endotoksin (5) Inflamasi dan stres oksidatif meningkat, substansi P meningkat, sensitivitas insulin menurun karena endotoksemia (6) Pada individu yang rentan secara genetik terhadap AV, jalur ini akan meningkatkan kemungkinan produksi sebum yang berlebih, eksaserbasi lesi AV dan bertambahnya tekanan psikologis. Probiotik dan antimikroba berperan dalam memutus siklus ini pada tingkat saluran cerna atau usus.4


Hypochlorhydria merupakan salah satu faktor risiko berkembangnya bakteri usus secara berlebihan. Gejala yang timbul seringkali ringan seperti perut kembung, diare, nyeri perut dan konstipasi sedangkan fibromyalgia, chronic fatigue syndrome dan malabsorpsi protein, lemak, karbohidrat, vitamin B dan mikronutrien lain jarang terjadi. Bakteri yang berlebihan juga memerlukan nutrisi, memproduksi metabolit yang toksik dan menyebabkan cedera pada enterocytes usus halus serta meningkatkan permeabilitas usus. Pengobatan yang diberikan akan mengembalikan pertahanan usus yang normal.27


Penelitian lain menunjukkan bahwa stres secara psikologis akan memperpendek jangka waktu bakteri normal berada di usus halus, memicu pertumbuhan berlebihan bakteri patogen dan mengubah permeabilitas usus. Eradikasi bakteri patogen akan mengurangi gejala- gejala emosi seperti depresi dan kecemasan. Penelitian baru-baru ini, melaporkan prevalensi bakteri patogen pada pasien AV rosasea adalah 10 kali lebih besar dibandingkan kontrol. Pemberian probiotik secara oral telah terbukti menurunkan bakteri patogen. Berdasarkan penelitian terdahulu, pasien AV cenderung memiliki peningkatan reaktivitas terhadap bakteri yang terdapat dalam feses. Sekitar 66% dari 57 pasien AV menunjukkan reaktivitas positif terhadap bakteri coliforms dalam feses.28


Beberapa tahun terakhir, probiotik telah diketahui turut berperan dalam mempertahankan kesehatan usus karena mengandung bakteri hidup yang menguntungkan. Probiotik oral maupun topikal dapat digunakan pula untuk mencegah AV. Probiotik bekerja sebagai pelindung kulit, memiliki sifat antimikrobial dan mencegah terjadinya reaksi inflamasi.4


TERAPI PROBIOTIK PADA AKNE VULGARIS


Probiotik Oral


Sejak tahun 1930, para ahli sudah merekomendasikan L. acidophilus untuk mengobati AV namun hanya sedikit penelitian mengenai efikasinya. Dr. Silver (1961) melakukan penelitian pada 300 pasien AV dengan memberikan probiotik oral yang berisi campuran L. acidophilus dan L. bulgaricus selama 8 hari, washout selama 2 minggu kemudian diberikan kembali selama 8 hari. Hasil penelitian didapatkan 80% pasien menunjukan perbaikan. Hasil penelitian tersebut diduga terdapat hubungan antara AV dengan proses metabolik pada saluran cerna.29


Sebuah penelitian lain di Italia menggunakan 250 mg L. acidophilus dan B. bifidum oral sebagai terapi tambahan pada 20 orang pasien AV dan hasilnya terjadi perbaikan lesi, peningkatan toleransi dan tingkat kepatuhan terhadap antibiotik yang digunakan.30 Probiotik juga memperpendek waktu penyembuhan. Penelitian pada 56 pasien AV menunjukan bahwa pemberian minuman fermentasi yang mengandung Lactobacillus selama lebih dari 12 minggu, dapat mengurangi gejala klinis AV. Konsumsi minuman probiotik juga menurunkan jumlah lesi AV yang berkaitan dengan penurunan produksi sebum. Walaupun penambahan laktoferin pada minuman probiotik lebih efektif dalam menurunkan jumlah lesi inflamasi tetapi manfaat yang sama juga didapat dari minuman yang hanya mengandung probiotik saja, hal ini menunjukkan bahwa probiotik memang memiliki peran dalam terapi AV.31


Prebiotik dan probiotik dapat menurunkan tanda-tanda inflamasi sistemik dan stres oksidatif. Tingginya kadar lipid peroksidatif pada AV membuat kebutuhan antioksidan dalam darah cukup besar. Peran probiotik untuk menangani keadaan tersebut adalah dengan membatasi stres oksidatif sistemik. Probiotik oral dapat mengatur pelepasan cytokines inflamasi dalam kulit dan menurunkan interleukin- 1α. Pengaturan ini merupakan suatu hal yang menguntungkan dalam penanganan AV.32


Probiotik Topikal


Dengan semakin banyaknya bukti keberhasilan probiotik sistemik dalam pengobatan AV, penelitian tentang manfaat probiotik topikal pun meningkat. Serupa dengan probiotik oral, penggunaan probiotik topikal sudah dilakukan pada awal tahun 1900-an, hanya saja tidak dilakukan uji klinik saat itu.33 Baru pada tahun 1999, Di Marzio, dkk melakukan uji klinik pertama yang mengevaluasi probiotik topikal dan efeknya terhadap produksi ceramide di kulit. Ceramide adalah molekul lipid berlilin yang terdiri dari 50% dari matriks lipid dalam ruang antar sel stratum korneum. Kandungan ceramide yang rendah didapatkan pada orang tua, dermatitis atopik, psoriasis dan AV.34


Bakteri Streptococcus thermophilus, bakteri yang banyak ditemukan di yogurt, dapat meningkatkan produksi ceramide bila digunakan pada kulit selama 7 hari. Salah satu ceramide sphingolipid yaitu phytosphingosine, memiliki aktivitas antiinflamasi dan antimikroba melawan P. acnes. Rendahnya kadar sphingolipid pada pasien AV dan hilangnya kandungan ceramide saat musim dingin akan meningkatkan risiko terjadinya AV. Pemberian topikal phytosphingosine 0,2% dapat mengurangi lesi inflamasi AV berupa papul dan pustul sebanyak 89% dalam 2 bulan penelitian.35


Bifidobacterium longum dan Lactobacillus paracasei dapat meredakan peradangan kulit yang dimediasi oleh substansi P yang merupakan mediator utama stres yang diinduksi oleh amplifikasi pada peradangan dan produksi sebum pada pasien AV.36 Penelitian di Korea melaporkan penggunaan pelembap probiotik dari bakteri Enterococcus faecalis selama 8 minggu dapat menurunkan lebih dari 50% inflamasi akibat AV.37 Beberapa bakteri juga mensekresi peptida antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan P. acnes. Streptococcus salivarius menghambat P. acnes dengan mensekresikan bacteriocin-like inhibitory substance. Bakteri ini menghambat beberapa jalur inflamasi dan mengaktifkan imunomodulator, inhibitor kompetitif terhadap binding site serta mencegah kolonisasi bakteri jenis lain yang patogen.38


Penelitian yang lebih baru berfokus pada mekanisme peptida antimikroba (PAM) yang berfungsi sebagai antiinflamasi dan menghambat pertumbuhan bakteri, jamur, virus dan tumor serta dapat mengatasi resistansi sehingga menjadikan PAM sebagai target baru yang potensial untuk pengobatan terapeutik AV di masa depan.39


KESIMPULAN


Akne vulgaris sejatinya bukan merupakan penyakit saluran cerna namun tampaknya cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa mikroba usus dan integritas saluran cerna merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses terjadinya AV. Probiotik oral dan topikal muncul sebagai pilihan pengobatan yang menarik atau digunakan sebagai terapi adjuvan pada AV. Meskipun penelitian tambahan masih perlu dilakukan, uji klinik yang dilakukan sejauh ini terus memberikan bukti bahwa probiotik dapat menyembuhkan lesi AV dengan efek samping yang sangat minimal. Pada tahun-tahun mendatang, formulasi probiotik memiliki potensi untuk menjadi komponen terapi AV yang fundamental dan dapat meningkatkan kemanjuran terapi AV yang sudah ada saat ini.


DAFTAR PUSTAKA


  1. Das S, Reynolds R. Recent Advances In Acne Pathogenesis: Implications For Therapy. American Journal Clinic Dermatology. 2014;15(6):479-88.

  2. Seaton E. Pathogenesis And Recommended Management Of Acne. Prescriber. 2011;22(21):46-57.

  3. Xu H, Li H. Acne, the Skin Microbiome, and Antibiotic Treatment. American Journal of Clinical Dermatology. 2019:1-10.

  4. Bowe W, Logan A. Acne vulgaris, probiotics and the gut-brain-skin axis - back to the future? Gut Patholog. 2011:1-11.

  5. Dietert R, Dietert J. Review: the microbiome and sustainable healthcare. Healthcare. 2015;3:100-29.

  6. Lederberg J, McCray A. Ome Sweet Omics—a genealogical treasury of words. Scientist. 2001;15:8.

  7. Boon E, Meehan C, Whidden C, Wong D, Langille M, Beiko R. Interactions in the microbiome: communities of organisms and communities of genes. FEMS Microbiol Rev. 2013;38:1-59.

  8. Ursell L, Metcalf J, Parfrey L, Knight R. Defining the human microbiome. Nutr Rev. 2012;70:S38-44.

  9. Houtman J, highlander S. The human microbiome: your own personal ecosystem. Annu Rev Genomics Hum Genet. 2012;13:151-79.

  10. Hair M, Sharpe J. Fast facts about the human microbiome Washington: University of Washington: Center for ecogenetics & Environmental Health; Tersedia dari: http://depts.washington.edu/ceeh/downloads/FF_Microbiome.pdf. Diakses tanggal 07 Maret 2020.

  11. Grice E, Segre J. The skin microbiome. Nat Rev Microbiol. 2011;9:244-53.

  12. Findley K, Oh J, Yang J, Conlan S, Deming C, Meyer J, et al. Topographic diversity of fungal and bacterial communities in human skin. Nature. 2013;498:367-70.

  13. Byrd A, Belkaid Y, Segre J. The human skin microbiome. Nat Rev Microbiol. 2018:1-13.

  14. Feng H, Shuda M, Chang Y, Moore P. Clonal integration of a polyomavirus in human Merkel cell carcinoma. Science. 2008;319:1096-100.

  15. Hannigan G, Meisel J, Tyldsley A, Zheng Q, Hodkinson B, SanMiguel A, et al. The human skin doublestranded dna virome: topographical and temporal diversity, genetic enrichment, and dynamic associations with the host microbiome. mBio. 2015;6:e01578-15.

  16. Nakatsuji T, Chiang H, Jiang S, Nagarajan H, Zengler K, Gallo R. The microbiome extends to subepidermal compartments of normal skin. Nat Commun. 2013;4:1431-9.

  17. Zeeuwen P, Boekhorst J, Bogaard Evd, Koning Hd, Kerkhof Pvd, Saulnier D, et al. Microbiome dynamics of human epidermis following skin barrier disruption. Genome Biol. 2012;13:R101.

  18. FAO/WHO. Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food. 2002. Tersedia dari: https://www.who.int/foodsafety/fs_ management/en/probiotic_guidelines.pdf.. Diakses tanggal 05 Maret 2020.

  19. Lee Y. Effects of Diet on Gut Microbiota Profile and the Implications for Health and Disease. Biosci Microbiota Food Health. 2013;32(1):1-12.

  20. Sanchez B, Delgado S, Blanco-Miguez A, Lourenco A, Gueimonde M, Margolles A. Probiotics, gut microbiota, and their influence on host health and disease. Mol Nutr Food Res. 2017;61:1.

  21. Slavin J. Fiber and prebiotics: mechanisms and health benefits. Nutrients. 2013;5(4):1417-35.

  22. Findley K, Grice E. The skin microbiome: a focus on pathogens and their association with skin disease. PLoS Patholog. 2014;10(10):e1004436.

  23. Fitz-Gibbon S, Tomida S, Chiu B, Nguyen1 L, Du C, Liu M, et al. Propionibacterium acnes strain populations in the human skin microbiome associated with acne. J Invest Dermatol. 2013;133:2152-60.

  24. Porubsky C, Glass A, Comeau V, Buckley C, Goodman M, Kober M. The Role of Probiotics in Acne and Rosacea. IntechOpen. 2018:1-16.

  25. Zhang H, Liao W, Chao W, Chen Q, Zeng H, Wu C, et al. Risk factors for sebaceous gland diseases and their relationship to gastrointestinal dysfunction in Han adolescents. J Dermatol. 2008;3(9):555-61.

  26. Stokes J, Pillsbury D. The effect on the skin of emotional and nervous states: III. Theoretical and practical consideration of a gastro-intestinal mechanism. Arch Derm Syphilol. 1930;22:962-93.

  27. Ghoshal U, Ghoshal U. Small intestinal bacterial overgrowth and other intestinal disorders. Gastroenterol Clin North Am. 2017;46(1):103-20.

  28. Strickler A, Kolmer J, Schamberg J. Complement fixation in acne vulgaris. J Cutaneous Dis. 1916;34:166-78.

  29. Siver R. Lactobacillus for the control of acne. J Med Soc New Jersey. 1961;59:52-3.

  30. Marchetti F, Capizzi R, Tulli A. Efficacy of regulators of the intestinal bacterial flora in the therapy of acne vulgaris. Clin Ter. 1987(122):339-43.

  31. Kim J, Ko Y, Park Y, Kim N, Ha W, Cho Y. Dietary effect of lactoferrinenriched fermented milk on skin surface lipid and clinical improvement of acne vulgaris. Nutrition. 2010(26):902-9.

  32. Cazzola M, Tompkins T, Matera M. Immunomodulatory impact of a synbiotic in T(h)1 and T(h)2 models of infection. Ther Adv Respir Dis. 2010(4):259-70.

  33. Peyri J. Topical bacteriotherapy of the skin. J Cutaneous Dis. 1912;30:688-9.

  34. Breiden B, Sandhoff K. The role of sphingolipid metabolism in cutaneous permeability barrier formation. Biochim Biophys Acta. 2014;1841(3):441-52.

  35. Pavicic T, Wollenweber U, Farwick M, Korting H. Anti-microbial and -inflammatory activity and efficacy of phytosphingosine: an in vitro and in vivo study addressing acne vulgaris. Int J Cosmet Sci. 2007;29:181-90.

  36. Lee W, Jung H, Lee H, Kim B, Lee S, Kim dW. Influence of substance-P on cultured sebocytes. Arch Dermatol Res. 2008(300):311-6.

  37. Kang B, Lee JSG, Kim J, Kim S, Han Y, Kang H, et al. Antimicrobial activity of enterocins from Enterococcus faecalis SL-5 against Propionibacterium acnes, the causative agent in acne vulgaris, and its therapeutic effect. J Microbiol. 2009(47):101-9.

  38. Brook I. Bacterial interference. Crit Rev Microbiol. 1999(25):155-72.

  39. Zhang Z, Mu L, Tang J, Duan Z, Wang F, Wei L, et al. A small peptide with therapeutic potential for inflammatory acne vulgaris. pLoS One. 2013;8(8):e72923.

6 tampilan
bottom of page